Minggu, 30 Januari 2011

RIBA`

RIBA telah dikatakan Alquran dan hadits haram hukumnya. Tetap haram walau bagaimana dan dimanapun serta apapun alasannya. Memang yang hukumnya haram itu, terkadang dapat dipakai karena keadaan sudah amat darurat, seperti kita makan bangkai babi sedang kita di tengah lautan dan sudah amat lapar sementara makanan lain tidak ada sama sekali.
Walaupun hukum makan bangkai, apalagi bangkai babi hukum tetap haram, cuma dimaafkan karena darurat itu. Demikian juga dengan riba. Rasulullah saw bersabda, “Allah melaknat orang yang memakan (pemakai) riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka sama saja”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Hadits itu menjelaskan secara tegas tentang keharaman riba, bahaya yang ditimbulkan bagi pribadi dan masyarakat, serta ancaman bagi mereka yang berkecimpung dalam kubangan dosa riba, sebab Rasulullah saw menyebutkan laknat bagi orang- orang yang berserikat di dalamnya.

Riba sering dibagi kepada dua bentuk:


1.Riba Nasi‘ah, yang berarti mengakhirkan masa pembayaran.
 

 ini terbagi menjadi dua;
· Pertama, seseorang atau perusahaan tertentu memberikan pinjaman kepada seorang nasabah dengan membayar bunga sekian persen dalam kurun waktu tertentu dan dibayar dalam bentuk angsuran. Misalnya; seorang nasabah meminjam uang ke salah satu bank sebanyak Rp 100 juta dengan bunga 10 persen dalam jangka waktu 10 bulan, maka setiap bulan pihak nasabah harus mencicil hutangnya Rp 11 juta, jadi selama 10 bulan itu dia harus membayar Rp 110 juta.
· Kedua, pihak nasabah membayar tambahan bunga baru dari bunga sebelumnya disebabkan karena tertundanya pembayaran pinjaman setelah jatuh tempo. Semakin lama tertunda pinjaman itu, maka semakin banyak tumpukan hutang yang harus ditanggung oleh pihak nasabah. Dalam kacamata Islam riba ini disebut riba jahiliyyah. Misalnya si A meminjam uang ke bank B sebanyak Rp 100 juta dengan bunga 10 persen dalam jangka waktu 10 bulan, setiap bulannya pihak peminjam harus mencicil Rp 11 juta, maka selama 10 bulan itu dia paling tidak harus membayar Rp 110 juta. Jika dia tidak menunda pembayaran (ini sudah jelas riba). Tapi jika sudah jatuh tempo dan dia belum bisa melunasi hutangnya maka hutangnya berbunga 15 persen dan begitu seterusnya (dalam kondisi seperti ini telah terhimpun dua bentuk riba sekaligus yaitu riba nasi‘ah dan riba fadhl), dan inilah yang berlaku di bank-bank konvesional yang disebut dengan istilah bunga.

2. Riba Fadhl, yaitu jual beli dengan sistim barter pada barang yang sejenis tapi timbangannya berbeda.
Misalnya si A menjual 15 gram emas”perhiasan” kepada si B dengan 13 gram emas “batangan”, ini adalah riba karena jenis barangnya sama tapi timbangannya berbeda. Contoh kedua; menjual dengan sistim barter satu lembar uang kertas senilai Rp 100.000,- dengan uang kertas pecahan seribu senilai Rp 95.000,- atau 110.000,

semoga menjadikan acuan buat kita untuk bisa lebih baik lagi........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar